|
SITE NETWORK
Lombok Travel Information
Komodo Travel Information
Rinjani Trekking Information
Paket Wisata
ke Lombok
Kapal Cepat
Information
Lombok Rental Car
|
|
KERAJAAN SELAPARANG
Selamat datang di Lombok Wisata, kami menawarkan informasi lengkap tentang sejarah
kerajaam selaparang di Lombok dengan
detail dibawah ini :
Kerajaan Selaparang
Kerajaan Selaparang merupakan salah satu kerajaan tertua
yang pernah tumbuh dan berkembang di pulau Lombok, bahkan
disebut-sebut sebagai embrio yang kemudian melahirkan
raja-raja Lombok masa lalu. Terbukti penamaan pulau ini juga
sering disebut sebagai bumi Selaparang atau dalam istilah
lokalnya sebagai Gumi Selaparang.
Kerajaan
Selaparang adalah salah satu kerajaan yang pernah ada di
Pulau Lombok. Pusat kerajaan ini di masa lampau berada di
Selaparang (sering pula diucapkan dengan Seleparang), yang
saat ini kurang lebih lebih berada di desa Selaparang,
kecamatan Swela, Lombok Timur.
Sejujurnya minim sekali yang dapat diketahui tentang sejarah
Kerajaan Selaparang, terutama sekali tentang awal mula
berdirinya. Namun, tentu saja terdapat beberapa sumber
objektif yang cukup dapat dipercaya. Salah satunya adalah
kisah yang tercatat di dalam daun Lontar yang menyebutkan
bahwa berdirinya Kerajaan Selaparang tidak akan pernah bisa
dilepaskan dari sejarah masuknya atau proses penyebaran
agama Islam di Pulau Lombok
Sejarah Berdirinya
Selaparang
Disebutkan di dalam daun Lontar tersebut bahwa agama Islam
salah satunya (bukan satu-satunya) pertama kali dibawa dan
disebarkan oleh seorang muballigh dari kota Bagdad, Iraq,
bernama Syaikh Sayyid Nururrasyid Ibnu Hajar al-Haitami.
Masyarakat Pulau Lombok secara turun-temurun lebih mengenal
beliau dengan sebutan Ghaos Abdul Razak. Nah, beliau inilah,
selain sebagai penyebar agama Islam, dipercaya juga sebagai
cikal bakal Sulthan-Sulthan dari kerajaan-kerajaan yang ada
di Pulau Lombok. Namun selain beliau, Betara Tunggul Nala (disebut
pula Nala Segara) diyakini pula sebagai leluhur
Sulthan-Sulthan di Pulau Lombok.
Betara Nala memiliki seorang putra bernama Deneq Mas Putra
Pengendeng Segara Katon Rambitan yang bernama asli Sayyid
Abdrurrahman. Beliau ini dikenal pula dengan nama Wali
Nyatok. Ia disebut sebagai pendiri Kerajaan Kayangan yang
merupakan cikal bakal Kerajaan Selaparang. Namun, ketinggian
ilmu tarekatnya telah mendorongnya untuk mengundurkan diri
dari panggung Kerajaan Kayangan dan kemudian menetap di desa
Rambitan, Lombok Tengah, sebagai penyebar agama Islam di
wilayah ini. Wali Nyatok ini di Pulau Bali terkenal dengan
nama Pedanda Sakti Wawu Rauh atau Dang Hyang Dwijendra.
Adapun di Sumbawa terkenal dengan nama Tuan Semeru,
sedangkan di Pulau Jawa beliau bernama Aji Duta Semu atau
Pangeran Sangupati. Ia dikenal sebagai penyebar agama Islam,
pun dianggap sebagai seorang Wali Allah. Ia mengarang kitab
Jatiswara, Prembonan, Lampanan Wayang, Tasawuf dan Fiqh.
Dalam proses menyebarkan agama Islam, salah satu media yang
digunakannya adalah Wayang, sebagaimana yang dilakukan pula
oleh Sunan Kalijaga. Adapun bentuk mistik Islam yang
dibawanya merupakan kombinasi (sinkretisme) antara mistisme
Islam (Sufisme) dengan salah satu ajaran filsafat Hindu,
yaitu Advaita Vedanta.
Kembali ke soal Kerajaan Selaparang dan Ghaos Abdul Razak.
Tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya beliau masuk ke
Pulau Lombok. Namun pendapat terkuat menyebutkan bahwa
beliau datang ke Pulau Lombok untuk pertama kalinya sekitar
tahun 600-an Hijriyah atau abad ke-13 Masehi (antara tahun
1201 hingga 1300 Masehi). Ghaos Abdul Razak mendarat di
Lombok bagian utara yang disebut dengan Bayan. Beliaupun
menetap dan berda'wah di sana. Beliau kemudian menikah dan
lahirlahi tiga orang anak, ya'ni Sayyid Umar, yang kemudian
menjadi datu Kerajaan Gunung Pujut, Sayyid Amir, yang
kemudian menjadi datu Kerajaan Pejanggik, dan Syarifah
Qomariah atau yang lebih terkenal dengan sebutan Dewi Anjani.
Kemudian Ghaos Abdul Razak menikah lagi dengan seorang putri
dari Kerajaan Sasak yang melahirkan dua orang anak, ya'ni
seorang putra bernama Sayyid Zulqarnain (dikenal juga dengan
sebutan Syaikh 'Abdul Rahman) atau disebut pula dengan Ghaos
'Abdul Rahman, dan seorang putri bernama Syarifah Lathifah
yang juluki pula dengan Denda Rabi'ah. Sayyid Zulqarnain
inilah yang kemudian mendirikan Kerajaan Selaparang
sekaligus pula sebagai Datu (raja) pertama dengan gelar Datu
Selaparang atau Sulthan Rinjani.
Nah, sampai disini sudah terdapat dua versi, yakni antara
Nala Segara (Betara Tunggul Nala) dan Ghaos Abdul Razak yang
sama-sama dipercaya sebagai penyebar agama Islam, menjadi
cikal bakal Sulthan-Sulthan Lombok dan pendiri Kerajaan
Selaparang. Pertanyaan yang agak menggelitik kemudian adalah:
Tidakkah keduanya memang orang yang sama? Tidakkah yang
dimaksud sebagai Nala Segara itu sebagai Ghaos Abdul Razak,
dan Wali Nyatok adalah Ghaos 'Abdul Rahman. Hal itu masih
dimungkinkan mengingat pada masa dahulu seorang tokoh
seringkali menggunakan nama-nama berbeda ditempat yang
berbeda.
Kejayaan Selaparang
Kerajaan Selaparang tergolong kerajaan yang tangguh, baik di
darat maupun di laut. Laskar lautnya telah berhasil mengusir
Belanda yang hendak memasuki wilayah tersebut sekitar tahun
1667-1668 Masehi. Namun demikian, Kerajaan Selaparang harus
rnerelakan salah satu wilayahnya dikuasai Belanda, yakni
Pulau Sumbawa, karena lebih dahulu direbut sebelum
terjadinya peperangan laut. Di samping itu, laskar lautnya
pernah pula mematahkan serangan yang dilancarkan oleh
Kerajaan Gelgel (Bali) dari arah barat. Selaparang pernah
dua kali terlibat dalam pertempuran sengit melawan Kerajaan
Gelgel, yakni sekitar tahun 1616 dan 1624 Masehi, akan
tetapi kedua-duanya dapat ditumpas habis, dan tentara Gelgel
dapat ditawan dalam jumlah yang cukup besar pula.
Setelah pertempuran sengit tersebut, Kerajaan Selaparang
mulai menerapkan kebijaksanaan baru untuk membangun
kerajaannya dengan memperkuat sektor agraris. Maka, pusat
pemerintahan kerajaan kemudian dipindahkan agak ke pedalaman,
di sebuah dataran perbukitan, tepat di desa Selaparang
sekarang ini. Dari wilayah kota yang baru ini, panorama
Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati dengan latar
belakang daratan Pulau Sumbawa dari ujung utara ke selatan
dengan sekali sapuan pandangan. Dengan demikian, semua
gerakan yang mencurigakan di tengah lautan akan segera dapat
diketahui. Wilayah ibukota Kerajaan Selaparang inipun
memiliki daerah bagian belakang berupa bukit-bukit
persawahan yang dibangun dan ditata rapi, bertingkat-tingkat
hingga ke hutan Lemor yang memiliki sumber mata air yang
melimpah.
Berbagai sumber menyebutkan, bahwa setelah dipindahkan,
Kerajaan Selaparang mengalami kemajuan pesat. Sebuah sumber
mengungkapkan, Kerajaan Selaparang dapat mengembangkan
kekuasaannya hingga ke Sumbawa Barat. Disebutkan pula bahwa
seorang raja muda bernama Sri Dadelanatha, dilantik dengan
gelar Dewa Meraja di Sumbawa Barat karena saat itu (1630
Masehi) daerah ini juga masih termasuk ke dalam wilayah
kekuasaan Kerajaan Selaparang. Kemudian dilanjutkan oleh
generasi berikutnya, yaitu sekitar tanggal 30 November 1648
Masehi, putera mahkota Selaparang bernama Pangeran Pemayaman
dengan gelar Pemban Aji Komala, dilantik di Sumbawa menjadi
Sulthan Selaparang yang memerintah seluruh wilayah Pulau
Lombok dan Sumbawa.
Keruntuhan
Selaparang
Sekalipun Selaparang unggul melawan kekuatan tetangga, yaitu
Kerajaan Gelgel, namun pada saat yang bersamaan, suatu
kekuatan baru dari bagian barat telah muncul pula. Embrio
kekuatan ini telah ada sejak permulaan abad ke-15 dengan
datangnya para imigran petani liar dari Karang Asem (Pulau
Bali) secara bergelombang, dan selanjutnya mendirikan koloni
di kawasan Kota Mataram sekarang ini. Kekuatan itu kemudian
secara berangsur-angsur tumbuh berkembang sehingga menjelma
menjadi kerajaan kecil, yaitu Kerajaan Pagutan dan
Pagesangan yang berdiri sekitar tahun 1622 Masehi. Kerajaan
ini berdiri lima tahun setelah serangan laut pertama
Kerajaan Gelgel dari Bali Utara atau dua tahun sebelum
serangan ke dua yang dapat ditumpas oleh laskar Kerajaan
Selaparang.
Namun, bahaya yang dinilai menjadi ancaman utama dan akan
tetap muncul secara tiba-tiba adalah kekuatan asing, yakni
Belanda, yang tentunya sewaktu-waktu dapat melakukan
ekspansi militer. Kekuatan dan tetangga dekat diabaikan,
karena Gelgel yang demikian kuat mampu dipatahkan. Oleh
sebab itu, sebelum kerajaan yang berdiri di wilayah
kekuasaannya di bagian barat ini berdiri, hanya diantisipasi
dengan menempatkan laskar kecil di bawah pimpinan Patinglaga
Deneq Wirabangsa.
Dalam upaya menghadapi masalah yang baru tumbuh dari bagian
barat itu yakni Kerajaan Gelgel, Kerajaan Mataram Karang
Asem dan terutama sekali Belanda?maka secara tiba-tiba saja,
salah seorang tokoh penting di lingkungan pusat kerajaan
bernama Arya Banjar Getas, ditengarai berselisih paham
dengan rajanya, raja Kerajaan Selaparang, soal posisi pasti
perbatasan antara wilayah Kerajaan Selaparang dan Pejanggik.
Pada akhirnya Arya Banjar Getas beserta para pengikutnya
memutuskan untuk meninggalkan Selaparang dan bergabung
dengan sebuah ekspedisi tentara Kerajaan Mataram Karang Asem
(Bali) yang mana pada saat itu sudah berhasil mendarat di
Lombok Barat. Kemudian atas segala taktiknya, Arya Banjar
Getas menyusun rencana dengan pihak Kerajaan Mataram Karang
Asem untuk bersama-sama menggempur Kerajaan Selaparang.Pada
akhirnya, ekspedisi militer tersebut telah berhasil
menaklukkan Kerajaan Selaparang. Peristiwa itu terjadi
sekitar tahun 1672 Masehi.
Asal muasal Setidak-tidaknya ada tiga pendapat tentang asal
muasal kerajaan Selaparang (Buku Sejarah Daerah Nusa
Tenggara Barat, 2002).
Pertama,
disebutkan bahwa kerajaan ini merupakan proses kelanjutan
dari kerajaan tertua di pulau Lombok, yaitu "Kerajaan Desa
Lae" yang diperkirakan berkodudukan di Kecamatan Sambalia,
Lombok Timur sekarang. Dalam perkembangannya masyarakat
kerjaan ini berpindah dan membangun sebuah kerajaan baru,
yaitu kerajaan Pamatan di Kecamatan Aikmel dan diduga berada
di Desa Sembalun Sekarang.
Dan ketika Gunung Rinjani meletus, penduduk kerajaan ini
terpencar-pencar yang menandai berakhirnya kerajaan. Betara
Indra kemudian mendirikan kerajaan baru bernama Kerajaan
Suwung, yang terletak di sebelah utara Perigi
sekarang.Setelah berakhirnya kerajaan yang disebut terakhir,
barulah kemudian muncul Kerajaan Lombok atau Kerajaan
Selaparang.
Kedua,
disebutkan bahwa setelah Kerajaan Lombok dihancurkan oleh
tentara Majapahit, Raden Maspahit melarikan diri ke dalam
hutan dan sekembalinya tentara itu Raden Maspahit membangun
kerajaan yang baru bernama Batu Parang yang kemudian dikenal
dengan nama Kerajaan Selaparang.
Ketiga,
disebutkan bahwa pada abad XII, terdapat satu kerajaan yang
dikenal dengan nama kerajaan Perigi yang dibangun oleh
sekelompok transmigran dari Jawa di bawah pimpinan Prabu
Inopati dan sejak waktu itu pulau Lombok dikenal dengan
sebutan Pulau Perigi. Ketika kerajaan Majapahit mengirimkan
ekspedisinya ke Pulau Bali pada tahun 1443 yang diteruskan
ke Pulau Lombok dan Dompu pada tahun 1357 dibawah
pemerintahan Mpu Nala, ekspedisi ini menaklukkan Selaparang
(Perigi) dan Dompu.
Bahasa
nampi Dengan mengacu kepada ahli sejarah berkebangsaan
Belanda, L. C. Van den Berg yang menyatakan bahwa,
berkembangnya Bahasa Kawi sangat mempengaruhi terbentuknya
alam pikiran agraris dan besarnya peranan kaum intelektual
dalam rekayasa sosial politik di Nusantara.
Fathurrahman Zakaria (1998) menyebutkan bahwa para
intelektual masyarakat Selaparang dan Pejanggik sangat
mengetahui Bahasa Kawi. Bahkan kemudian dapat menciptakan
sendiri aksara Sasak yang disebut sebagai jejawen. Dengan
modal Bahasa Kawi yang dikuasainya, aksara Sasak dan Bahasa
Sasak, maka para pujangganya banyak mengarang, menggubah,
mengadaptasi, atau menyalin manusia Jawa kuno ke dalam
lontar-lontar Sasak.
Lontar-lontar dimaksud, antara lain Kotamgama, lapel Adam,
Menak Berji, Rengganis, dan lain-lain. Bahkan para pujangga
juga banyak menyalin dan mengadaptasi ajaran-ajaran sufi
para walisongo, seperti lontar-lontar yang berjudul
Jatiswara, Lontar Nursada dan Lontar Nurcahya. Bahkan
hikayat-hikayat Melayu pun banyak yang disalin dan
diadaptasi, seperti Lontar Yusuf, Hikayat Amir Hamzah,
Hikayat Sidik Anak Yatim, dan sebagainya.
Dengan mengkaji lontar-lontar tersebut, menurut Fathurrahman
Zakaria (1998) kita akan mengetahui prinsip-prinsip dasar
yang menjadi pedoman dalam rekayasa sosial politik dan
sosial budaya kerajaan dan masyarakatnya.
Dalam bidang sosial politik misalnya, Lontar Kotamgama
lembar 6 lembar menggariskan sifat dan sikap seorang raja
atau pemimpin, yakni Danta, Danti, Kusuma, dan Warsa. Danta
artinya gading gajah; apabila dikeluarkan tidak mungkin
dimasukkan lagi. Danti artinya ludah; apabila sudah
dilontarkan ke tanah tidak mungkin dijilat lagi. Kusuma
artinya kembang; tidak mungkin kembang itu mekar dua kali.
Warsa artinya hujan; apabila telah jatuh ke bumi tidak
mungkin naik kembali menjadi awan. Itulah sebabnya seorang
raja atau pemimpin hendaknya tidak salah dalam perkataan.
Selain itu, dalam lontar-lontar yang ada diketahui bahwa
istilah-istilah dan ungkapan yang syarat dengan ide dan
makna telah dipergunakan dalam bidang politik dan hukum,
misalnya kata hanut (menggunakan hak dan kewajiban), tapak (stabil),
tindih (bertata krama), rit (tertib), jati (utama),tuhu (sungguh-sungguh),
bakti (bakti, setia), atau terpi (teratur).
Dalam bidang ekonomi, seperti itiq (hemat), loma (dermawan),
kencak (terampil), atau genem (rajin). Pariwisata Lombok
dalam banyak hal mirip dengan Bali, dan pada dasawarsa tahun
1990-an mulai dikenal wisatawan mancanegara. Namun dengan
munculnya krismon dan krisis-krisis lainnya, potensi
pariwisata agak terlantarkan.
Lalu pada awal tahun 2000 terjadi kerusuhan antar-etnis dan
antar agama di seluruh Lombok sehingga terjadi pengungsian
besar-besaran kaum minoritas. Mereka terutama mengungsi ke
pulau Bali.
-o0o-
|
|