|
SITE NETWORK
Lombok Travel Information
Komodo Travel Information
Rinjani Trekking Information
Paket Wisata
ke Lombok
Kapal Cepat
Information
Lombok Rental Car
|
|
AGAMA WETU TELU DI LOMBOK
Selamat datang di Lombok Wisata, kami menawarkan informasi
lengkap tentang cerita agama wetu telu di Lombok dengan
detail dibawah ini :
Hal yang menarik
dari pemeluk agama Islam di kalangan orang Sasak di Lombok
adalah adanya dua golongan yaitu Islam Watu/Wektu/waktu Telu
(Tiga) dan Islam Watu/Wektu/waktu Lima. Pemeluk Islam Watu/Wektu
Telu diabstraksikan sebagai orang-orang Sasak yang tidak
menjalankan ajaran Islam secara utuh sebagaimana diamanatkan
dalam Al-Qur’an dan Hadist. Sedangkan pemeluk Islam Waktu
Lima adalah orang-orang Sasak yang melaksanakan ajaran Islam
secara utuh.
Menurut beberapa sumber disebutkan bahwa ketidakutuhan yang
dimaksudkan antara lain: (a) pemeluk Islam Watu/Wektu/waktu
Telu tidak melaksanakan rukun Islam (syahadat, sembahyang,
puasa, zakat, Haji) secara utuh melainkan hanya tiga rukun
saja yakni syahadat, sembahyang dan puasa. Tiga rukun
itu pun tidak juga dilaksanakan secara utuh. Syahadat
sebagai sumpah atau komitmen bahwa Allah adalah satu dan
Nabi Muhammad adalah utusan-Nya hanya diucapkan pada saat
upacara perkawinan yakni oleh mempelai laki-laki dengan
tuntunan kyai atau penghulu. Dalam hal sembahyang hanya
melaksakan tiga rukun sembahyang yaitu pada hari Jumat, pada
hari Lebaran (Lebaran Haji/Idul Adha) dan Lebaran Puasa/Idul
Fitri), dan pada saat orang meninggal. Sembahyang Jumat pun
bukan sembahyang lima waktu (Subuh, Zuhur, Ashar, Magrib,
dan Isa) melainkan hanya tiga waktu saja yakni Ashar, Magrib,
dan Isa. Kewajiban sembahyang hanya dilaksanakan oleh para
pemimpin agamanya yaitu Kyai sedangkan pengikutnya hanya
menjalankan perintah dari Kyai. Sebagai imbalan, para
pengikutnya memberikan zakat fitrah dan sedekah kepada para
Kyai pada hari-hari tertentu. Jabatan Kyai ini bersifat
turun-temurun. Pengangkatannya dilakukan di Mesjid dengan
sebuah upacara yang dihadiri oleh semua pengikutnya.
Di Sembalun (Lombok Timur bagian Utara), pengangkatan Kyai
baru melalui pentasbihan oleh seorang pemangku dengan cara
menyiramkan air yang diambil dari Danau Segara Anak. Jumlah
Kyai dalam satu desa lebih dari tiga orang, tergantung pada
banyaknya jumlah penduduk. Di antara Kyai-kyai itu, ada
seorang Pengulu yang diangkat berdasarkan kesepakatan
bersama. Pengulu itu bertugas memimpin upacara agama dan
upacara adat di mesjid maupun di luar mesjid antara lain:
upacara ngurisang, khitanan, kematian, pertanian, metulak,
ngayu-ayu atau neda, dan lain-lain. Sebagaimana telah
disinggung juga di atas, diantara jabatan Pengulu dan kiyai
sebagai pemimpin agama, juga terdapat jabatan Pemangku.
Tugas Pemangku berhubungan dengan pemujaan roh nenek moyang.
Di samping itu Pemangku juga bertugas memelihara
tempat-tempat suci, seperti pedewa’ atau kemali’. Tidak
jarang seorang Pemangku juga berprofesi sebagai dukun (bahasa
Sasak: belian).
Dalam hal puasa, pemeluk Islam Watu/Wektu/waktu Telu tidak
melaksakan ibadah puasa selama sebulan penuh melainkan hanya
puasa tiga hari saja yakni pada saat permulaan bulan puasa,
pada saat pertengahan bulan puasa, dan pada penghujung bulan
puasa (Ramadan/Lebaran). Di samping ajaran-ajaran yang
bersumber kepada Islam seperti disebutkan di atas, pemeluk
Islam Watu/Wektu/waktu Telu juga menganut kepercayaan yang
bersumber dari pra Islam yaitu pemujaan terhadap roh-roh
nenek moyang. Gunung Rinjani dianggap sebagai gunung yang
suci tempat bersemayamnya para dewa dan roh-roh nenek moyang.
Di Gunung Rinjani terdapat sebuah danau yang disebut danau
Segara Anak. Air danau itu diyakini sebagai air yang suci
dan dapat memberi berkah bagi kehidupan umat manusia. Oleh
karena itu disimpulkan bahwa Agama IslamWatu/ Waktu/waktu
Telu di Lombok merupakan perpaduan antara agama pra Islam,
baik animisme/dinamisme, budhisme, maupun Hinduisme, dengan
ajaran Islam sehingga menimbulkan ajaran baru yaitu Islam
Watu/Wektu/waktu Telu yang oleh pemeluk Islam Watu/Wektu/waktu
Lima dikatakan menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya
(Tawalinuddin Haris, 1978: 9-10; Monografi NTB, 1977: 80;
Erni Budiwanti, 2000: 133-134).
Wetu Telu (bahasa Indonesia : Waktu Tiga) adalah praktik unik
sebagian masyarakat suku Sasak yang mendiami pulau Lombok
dalam menjalankan agama Islam. Ditengarai bahwa praktik unik
ini terjadi karena para penyebar Islam di masa lampau, yang
berusaha mengenalkan Islam ke masyarakat Sasak pada waktu
itu secara bertahap, meninggalkan pulau Lombok sebelum
mengajarkan ajaran Islam dengan lengkap. Saat ini para
penganut Wetu Telu sudah sangat berkurang, dan hanya
terbatas pada generasi-generasi tua di daerah tertentu,
sebagai akibat gencarnya para pendakwah Islam dalam usahanya
meluruskan praktik tersebut.
Sejarah
Sebelum masuknya Islam, masyarakat yang mendiami pulau
Lombok berturut-turut menganut kepercayaan animisme,
dinamisme kemudian Hindu. Islam pertama kali masuk melalui
para wali dari pulau Jawa yakni sunan Prapen pada sekitar
abad XVI, setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. Bahasa
pengantar yang digunakan para penyebar tersebut adalah
bahasa Jawa Kuno. Dalam menyampaikan ajaran Islam, para wali
tersebut tidak serta merta menghilangkan kebiasaan lama
masyarakat yang masih menganut kepercayaan lamanya. Bahkan
terjadi akulturasi antara Islam dengan budaya masyarakat
setempat, karena para penyebar tersebut memanfaatkan
adat-istiadat setempat untuk mempermudah penyampaian Islam.
Kitab-kitab ajaran agama pada masa itu ditulis ulang dalam
bahasa Jawa Kuno. Bahkan syahadat bagi para penganut Wetu
Telu dilengkapi dengan kalimat dalam bahasa Jawa Kuno. Pada
masa itu, yang diwajibkan untuk melakukan peribadatan adalah
para pemangku adat atau kiai saja.
Photo
Masyarakat Wetu Telu di Lombok
Dalam disampaikan dugaan bahwa praktik tersebut bertahan
karena para wali yang menyebarkan Islam pertama kali
tersebut, tidak sempat menyelesaikan ajarannya, sehingga
masyarakat waktu itu terjebak pada masa peralihan. Para
murid yang ditinggalkan tidak memiliki keberanian untuk
mengubah praktik pada masa peralihan tersebut ke arah
praktik Islam yang lengkap. Hal itulah salah satu penyebab
masih dapat ditemukannya penganut Wetu Telu di masa modern.
Dalam masyarakat lombok yang awam menyebut kepercayaan ini
dengan sebutan "Waktu Telu" sebagai akulturasi dari ajaran
islam dan sisa kepercayaan lama yakni animisme,dinamisme,dan
kerpercayaan Hindu.Selain itu karena penganut kepercayaan
ini tidak menjalankan peribadatan seperti agama Islam pada
umumnya (dikenal dengan sebutan "Waktu Lima" karena
menjalankan kewajiban salat Lima Waktu).Yang wajib
menjalankan ibadah-ibadah tersebut hanyalah orang-orang
tertentu seperti kiai atau pemangku adat (Sebutan untuk
pewaris adat istiadat nenek moyang). Kegiatan apapun yang
berhubungan dengan daur hidup (kematian,kelahiran,penyembelihan
hewan,selamatan dsb) harus diketahui oleh kiai atau pemangku
adat dan mereka harus mendapat bagian dari upacara-upacara
tersebut sebagai ucapan terima kasih dari tuan rumah.
Lokasi
Lokasi yang terkenal dengan praktik Wetu Telu di Lombok
adalah daerah Bayan, yang terletak di Kabupaten Lombok
Barat. Pada lokasi ini masih dapat ditemukan masjid yang
digunakan oleh para penganut Wetu Telu. Ada juga sebuah
tempat yang digunakan oleh umat berbagai agama untuk
berdoa.Namanya "Kemaliq" yang artinya tabu,suci dan
sakral.terletak di desa Lingsar Kabupaten Lombok Barat yang
setiap tahun mengadakan sebuah upacara adat yang bernama "Upacara
Pujawali Dan Perang Topat" sebagai wujud rasa syukur atas
hujan yang diberikan Tuhan YME pada umat manusia.
-o0o-
|
|