Beranda

Profile

Penerbangan

Kapal Cepat

Lombok Hotel

Transport Service

Sewa Mobil

Sitemap

 

Selamat datang di Biro Perjalanan Lombok Wisata Tour & Travel Agent, Kami menawarkan informasi tentang Paket perjalanan wisata dan tour ke pulau Lombok dan sekitarnya dengan pelayanan terbaik dan profesional..!!!

 

 

Follow us at :

SEJARAH PULAU LOMBOK

TUJUAN WISATA DI LOMBOK

Wisata Bahari

Wisata Alam

Wisata Budaya

Wisata Kerajinan

Wisata Ziarah Makam

FESTIVAL BUDAYA LOMBOK

WISATA SEHARI DI LOMBOK

PAKET WISATA DI LOMBOK

Wisata ke Lombok 5h/4m

Wisata ke Lombok 4h/3m

Wisata ke Lombok 3h/2m

Wisata ke Lombok 2h/1m

PAKET MEETING DI LOMBOK

PAKET OUTING DI LOMBOK

Paket Family Gathering 3h

Paket Outbound 3h/2m

Paket Rafting 3h/2m

Paket Amazing Race 3h/2m

PAKET SPECIAL TOUR LOMBOK

Paket Honeymoon 3h/2m

Paket Snorkeling 4h/3m

Paket Diving 3h/2m

Paket Pantai Pink 3h/2m

Paket Gili Nanggu 3h/2m

Paket Ke Kenawa 4h/3m

Paket Ke Moyo 3h/2m

Paket Main Golf 4h/3m

Paket Memancing 3h/2m

Paket Makam Wali 3h/2m

Paket Tirte Yatre 3h/2m

SEJARAH PULAU KOMODO

PAKET WISATA KE  KOMODO

Komodo Cruise 6h/5m

Komodo Cruise 4h/3m

Komodo Sailing 5h/4m

Komodo Overland 5h/4m

Komodo Via Bajo 3h/2m

Komodo Via Bajo 4h/3m

GUNUNG RINJANI 3726 M

PAKET MENDAKI RINJANI

Paket Puncak 5h/4m

Paket Danau 5h/4m

Paket Tebing 4h/3m

PHOTO GALLERY

LINK KE KAMI

PARTNER LINK

PERATURAN KAMI

CARA PEMBAYARAN

HUBUNGI KAMI

 

Payment:

 
 
 

SITE NETWORK

Lombok Travel Information

Komodo Travel Information

Rinjani Trekking Information

Paket Wisata ke Lombok

Lombok Rental Car

 

 

 

WISATA BUDAYA DI LOMBOK

 

Selamat datang di Biro Perjalanan Lombok Wisata, Kami menawarkan informasi lengkap tentang tujuan wisata budaya di Lombok sebagai berikut :

 

1. Desa Adat Sasak Sade Rambitan

 

Dusun Sade, salah satu dusun tradisional yang masih asli. Dusun Sade tepatnya berada di Desa Rambitan, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Rumah-rumah penduduk dibangun dari konstruksi bambu dengan atap dari daun alang-alang. Penghuninya berpencaharian sebagai petani. Jumlah mereka relatif tidak bertambah karena keluarga yang baru menikah kalau tidak mewarisi rumah orang tuanya akan membangun rumah di tempat lain. Disamping arsitektur rumah, sistem sosial dan kehidupan keseharian mereka masih sangat kental dengan tradisi masyarakat Sasak tempo dulu.

Rumah Tradisional Dusun Sade dapat mewakili untuk disebut sebagai Desa Wisata di NTB ,layaknya Desa Wisata di daerah lain. Sebab, masyarakat yang tinggal di dusun tersebut semuanya adalah Suku Sasak. Mereka hingga kini masih memegang teguh adat tradisi. Bahkan, rumah adat khas Sasak juga masih terlihat berdiri kokoh dan terawat di kawasan ini.

Suku Sasak adalah penduduk asli dan mayoritas di Pulau Lombok, NTB. Konon, kebudayaan masyarakat terekam dalam kitab Nagara Kartha Gama karangan Empu Nala dari Majapahit. Dalam kitab itu, Suku Sasak disebut “Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi”.

 

Rumah Adat Suku Sasak



Sedangkan kebudayaan Suku Sasak itu diantaranya terekam dalam rumah adat Suku Sasak. Alasannya, rumah memiliki posisi penting dalam kehidupan manusia, tidak hanya sebagai tempat secara individu dan keluarga secara jasmani, tetapi juga dalam pemenuhan kebutuhan jiwa atau spiritual.

Rumah adat Suku Sasak, jika diperhatikan dibangun berdasarkan nilai estetika dan kearifan lokal. Orang sasak mengenal beberapa jenis bangunan adat yang menjadi tempat tinggal dan juga tempat ritual adat dan ritual keagamaan. Rumah adat suku Sasak terbuat dari jerami dan berdinding anyaman bambu (bedek). Lantai dari tanah liat yang dicampur kotoran kerbau dan abu jerami. Campuran tanah liat dan kotoran kerbau membuat lantai tanah mengeras, sekeras semen. Cara membuat lantai seperti itu sudah diwarisi sejak nenek moyang mereka.

Bahan bangunan seperti kayu dan bambu didapatkan dari lingkungan sekitar. Untuk menyambung bagian-bagian kayu, mereka menggunakan paku dari bambu. Rumah suku Sasak hanya memiliki satu pintu berukuran sempit dan rendah, tidak memiliki jendela.
Dalam masyarakat Sasak, rumah memiliki dimensi kesakralan dan keduniawian. Rumah adat Sasak selain sebagai tempat berlindung dan berkumpulnya anggota keluarga juga menjadi tempat ritual sakral sebagai manifestasi keyakinan kepada Tuhan, arwah nenek moyang, penunggu rumah dan sebagainya.

Perubahan pengetahuan, bertambahnya jumlah penghuni dan berubahnya faktor eksternal seperti faktor keamanan, geografis dan topografis, menyebabkan perubahan terhadap fungsi dan bentuk fisik rumah adat. Hanya, konsep pembangunannya seperti arsitektur, tata ruang dan polanya tetap menampilkan karakteristik tradisional.


Karena itu, untuk menjaga kelestarian rumah adat, orang tua Suku Sasak biasanya berpesan kepada anak-anaknya jika ingin membangun rumah. Jika tetap mau tinggal didaerah setempat, maka harus membuat rumah seperti model dan bahan bangunan yang sudah ada. Tapi, jika ingin membangun rumah permanen seperti di kampung-kampung lain pada umumnya, mereka dipersilahkan keluar dari kampung tersebut.

PEMBANGUNAN RUMAH ADAT SADE
Bahan pembuat rumah adat suku Sasak diantaranya kayu penyanggga, bambu, bedek untuk dinding, jerami dan alang-alang untuk atap, kotoran kerbau atau kuda sebagai bahan campuran pengeras lantai, getah pohon kayu banten dan bajur, abu jerami sebagai bahan pengeras lantai.

Waktu pembangunan, biasanya berpedoman pada papan warige dari primbon tapel adam dan tajul muluk. Tidak semua orang mampu menentukan hari baik. Biasanya mereka bertanya kepada pimpinan adat.


Orang Sasak meyakini waktu yang baik memulai membangun rumah adalah bulan ketiga dan keduabelas penanggalan Sasak yakni Rabiul Awal dan Dzulhijjah. Pantangan yang dihindari untuk membangun rumah adalah pada Muharram dan Ramadhan. Menurut kepercayaan, rumah yang dibangung pada bulan itu cenderung mengundang malapetaka, seperti penyakit, kebakaran, sulit rezeki dan lain-lain.

Orang Sasak selektif dalam menentukan tempat pembangunan rumah. karena mereka meyakini tempat yang tidak tepat akan berakibat kurang baik, seperti i bekas perapian, bekas pembuangan sampah, bekas sumur, posisi tusuk sate (susur gubug).
Orang Sasak tidak akan membangun rumah berlawanan arah dan ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dulu ada. Menurut mereka, melanggar konsep tersebut merupakan perbuatan melawan tabu (maliq lenget).

Rumah adat Sasak pada atapnya berbentuk gunungan, menukik ke bawah dengan jarak sekitar 1,5-2 meter dari permukaan tanah (pondasi). Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang, dinding dari bedek, hanya mempunyai satu ukuran kecil dan tidak ada jendela.
Ruangannya (rong) dibagi menjadi inak bale (ruang induk) meliputi bale luar (ruang tidur) dan bale dalam berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan.


Ruangan bale dalem dilengkapi amben, dapur dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2X2 meter persegi atau empat persegi panjang. Sempare diletakkan diatas, posisi menggantung di langit-langit atap.

Ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk dengan sistem sorong (geser). Diantara bale luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah dengan kotoran kerbau/kuda, getah dan abu jerami.

Dalam membangun rumah, orang Sasak menyesuaikan kebutuhan keluarga maupun kelompoknya. Pembangunan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan keluarga tapi juga kebutuhan kelompok.


Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari berbagai macam diantaranya Bale Tani, Bale Jajar, Barugag/Sekepat, Sekenam, Bale Bonder, Bale Beleq Bencingah dan Bale Tajuk. Nama bangunan disesuaikan dengan fungsi masing-masing.

Bale Tani adalah bangunan rumah untuk tempat tinggal masyarakat Sasak yang berprofesi sebagai petani.


Bale Jajar merupakan bangunan rumah tinggal orang Sasak golongan ekonomi menengah keatas. Bentuk bale jajar hampir sama dengan bale tani, yang membedakan adalah jumlah dalem balenya.

 
Berugaq/sekepat berbentuk segi empat sama sisi (bujur sangkar) tanpa dinding, penyangganya dari kayu, bambu dan alang-alang sebagai atapnya. Berugaq biasanya terdapat di depan samping kiri atau kanan bale jajar atau bale tani.


Berugaq berfungsi tempat menerima tamu, karena menurut kebiasaan orang Sasak, tidak semua orang boleh masuk rumah. Berugaq juga digunakan pemilik rumah yang memiliki gadis untuk menerima pemuda yang datang midang (melamar/pacaran).


Sedangkan sekenam bentuknya sama dengan berugaq, hanya sekenam mempunyai tiang sebanyak enam buah dan berada di bagian belakang rumah. Sekenam biasanya digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar tata krama, penanaman nilai-nilai budaya dan sebagai tempat pertemuan internal keluarga.


Bale Bonder adalah bangunan tradisional Sasak yang umumnya dimiliki para pejabar desa, dusun/kampung. Bale bonder biasanya dibangun di tengah pemukiman atau di pusat pemerintahan desa/kampung. Bale bonder digunakan sebagai tempat pesangkepan/persidangan atas, seperti tempat penyelesaian masalah pelanggaran hukum adat dan sebagainya.


Bale Beleq adalah satu sarana penting bagi sebuah kerajaan. Bale itu diperuntukkan sebagai tempat kegiatan besar kerajaan sehingga sering disebut juga “bencingah”.


Upacara kerajaan yang dilakukan di bale beleq adalah Pelantikan pejabat kerajaan, penobatan putra mahkota kerajaan, pengukuhan/penobatan para Kiai Penghulu (pendita) kerajaan, tempat penyimpanan benda-benda pusaka kerajaan seperti persenjataan dan benda pusaka lainnya seperti pustaka/dokumen kerajaan dan sebagainya.


Bale Tajuk merupakan salah satu sarana pendukung bagi bangunan rumah tinggal yang memiliki keluarga besar. Bale Tajuk berbentuk segilima dengan tiang berjumlah lima buah dan biasanya berada di tengah lingkungan keluarga santana.


Bale Gunung Rate biasanya dibangun oleh masyarakat yang tinggal di lereng pegunungan, bale balaq dibangun dengan tujuan menghindari bencana banjir. Oleh karena itu, biasanya berbentuk rumah panggung.

Selain bangunan itu, ada bangunan pendukung yakni Sambi, Alang dan Lumbung. Sambi, tempat menyimpan hasil pertanian. Alang sama dengan lumbung berfungsi untuk menyimpan hasil pertanian, hanya alang bentuknya khas, beratapkan alang-alang dengan lengkungan 3/4 lingkaran namun lonjong dan ujungnya tajam ke atas. Lumbung, tempat untuk menyimpan berbagai kebutuhan. Lumbung tidak sama dengan sambi dan alang sebab lumbung biasanya diletakkan di dalam rumah/kamar atau di tempat khusus diluar bangunan rumah.


NILAI NILAI BUDAYA DI RUMAH ADAT SADE
Jika diperhatikan, pembangunan rumah adat Suku Sasak sebenarnya mengandung nilai-nilai kearifan lokal. Kearifan itu berkembang dan berlanjut secara turun-temurun. Atap rumah tradisional Sasak didesain sangat rendah dengan pintu berukuran kecil, bertujuan agar tamu yang datang harus merunduk. Sikap merunduk merupakan sikap saling hormat menghormati dan saling menghargai antara tamu dengan tuan rumah.

Arah dan ukuran yang sama rumah adar Suku Sasak menunjukkan bahwa masyarakat hidup harmonis. Sedangkan undak-undakan (tangga) tingkat tiga mempunyai pesan bahwa tingkat ketakwaan ilmu pengetahuan dan kekayaan tiap manusia tidak akan sama. Diharapkan semua manusia menyadari kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, kareba semuanya merupakan rahmat Tuhan.

Jadi, rumah merupakan ekspresi pemikiran paling nyata seorang individu atau kelompok dalam mengejwantahkan hubungan dengan sesama manusia (komunitas atau masyarakat), alam dan dengan Tuhan (keyakinan), seperti halnya konsep yang ada pada pembangunan rumah adat masyarakat Sasak.

 

2. Taman Narmada.

 

Taman Narmada terletak di Desa Lembuak, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat atau sekitar 10 kilometer sebelah timur Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Taman yang luasnya sekitar 2 ha(hektar are) ini dibangun pada tahun 1727 oleh Raja Mataram Lombok, Anak Agung Ngurah Karang Asem, sebagai tempat upacara Pakelem yang diselenggarakan setiap purnama kelima tahun Caka(Oktober-November). Selain tempat upacara, Taman Narmada juga digunakan sebagai tempat peristirahatan keluarga raja pada saat musim kemarau.

Nama Narmada diambil dari Narmadanadi, anak Sungai Gangga yang sangat suci di India. Bagi umat Hindu, air merupakan suatu unsur suci yang memberi kehidupan kepada semua makhluk di dunia ini. Air yang memancar dari dalam tanah(mata air) diasosiasikan dengan tirta amerta(air keabadian) yang memancar dari Kensi Sweta Kamandalu. Dahulu kemungkinan nama Narmada digunakan untuk menamai nama mata air yang membentuk beberapa kolam dan sebuah sungai di tempat tersebut. Lama-kelamaan digunakan untuk menyebut pura dan keseluruhan kompleks Taman Narmada.

Taman Narmada yang sekarang ini adalah hasil pembangunan dan serangkaian perbaikan/pemugaran yang berlangsung dari waktu ke waktu. Sewaktu para petugas dari Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala bersama dengan para petugas Kantor Wilayah Depdikbud Nusa Tenggara Barat meneliti dan mengumpulkan data sebagai langkah awal pemugaran, mereka berpendapat bahwa pemugaran secara menyeluruh tidak mungkin dilakukan. Banyak bagian yang telah rusak terutama tebing-tebing kolam, taman, pagar maupun bangunan. Pada tahun 1980 sampai 1988 rekonstruksi Taman Narmada dapat diselesaikan.

 
Taman Narmada



Setelah direkonstruksi oleh pemerintah melalui Ditjen Kebudayaan, Direktorat Perlindungan dan pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Taman Narmada dijadikan sebagai kompleks bangunan cagar budaya dengan daftar induk inventarisasi peninggalan sejarah dan purbapakala pusat nomor 1839. Dengan demikian, sesuai dengan peraturan yang berlaku kelestarian Taman Narmada dilindungi oleh pemerintah.

Kompleks Taman Narmada yang ada di Lombok itu dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu gerbang utama, jabalkap, telaga kembar, gapura gelang/paduraksa, mukedes, telaga padmawangi, balai loji, balai terang, patandaan, bangunan sekepat, balai bancingah, Pura Kelasa dan Pura Lingsar. Berikut ini akan diuraikan bagian-bagian dari Taman Narmada dari gerbang utama.

Gerbang utama yang berbentuk gapura bentar dan berada di sebelah utara. Setelah gerbang utama kita akan memasuki halaman jabalkap, yang di dalamnya terdapat telaga kembar. Di bagian selatan jabalkap terdapat sebuah gapura yang bernama Gapura Gelang atau Paduraksa yang menghubungkan antara halaman jabalkap dengan halaman mukedes. Pada halaman mukedes terdapat beberapa buah bangunan, antara lain Sanggah Pura, Balai Pamerajan dan Balai Loji(salah satu di antara bangunan kediaman raja). Di sebelah tenggara halaman mukedes terdapat gapura yang menuju ke halaman pasarean. Di halaman paseran ini terdapat juga Balai Loji, Telaga Padmawangi, Pawedayan, pawargan, Balai Terang. Balai Terang adalah sebuah bangunan yang berfungsi sebagai tempat istirahat/tidur raja, berbentuk panggung yang seluruhnya terbuat dari kayu. Bagian atas bangunan yang terbuka dipergunakan untuk menikmati pemandangan ke arah Meru pura di sebelah timurnya. Pintu dan jendela Balai Terang ini bermotif bulan tunggal dan tumbuh-tumbuhan.

Di sebelah timur halaman pasarean terdapat Pura Kelasa atau Pura Narmada. Bentuk arsitekturnya menyerupai punden berundak. Bagian yang paling suci terdapat di halaman tengah pada undak yang paling atas (pura di Bali umumnya halaman paling suci adalah yang paling belakang). Pura ini tergolong pura jagat atau pura umum bagi semua penganut Hindu Dharma dan merupakan salah satu di antara delapan pura tua di Pulau Lombok. Pura Narmada terletak di atas tebing berundak-undak, sedang di bawah lembah tebing terdapat kolam duyung dan telaga segara anak.

Sebelah selatan halaman pasarean terdapat halaman patandaan. Pada halaman patandaan ini terdapat dua bangunan sakapat yaitu sejenis wantilan atau panggung terbuka bertiang empat. Pada halaman inilah sering diselenggarakan berbagai pertunjukan. Sedangkan di sebelah selatan Patandaan terdapat halaman bancingah. Yang tertinggal di halaman ini sekarang hanyalah tembok keliling halaman dengan dua gapura bentar.

Unsur-unsur bangunan yang lain sebenarnya masih banyak, antara lain pancuran sembilan (siwak) yang letaknya di atas Segara Anak. Bentuk bangunannya dorogancet dengan dua bagian terpisah menyerupai bangunan tradisional di Jawa Tengah. Bangunan ini termasuk bangunan sakral baik bagi penganut Hindu Dharma maupun penganut Waktu Tilu.

Selain itu, ada pula Balai Petirtaan yang sumber mata airnya berasal dari Gunung Rinjani. Balai Petirtaan juga merupakan tempat pertemuan tiga sumber air, yakni Suranadi, Lingsar, dan Narmada. Karena mata airnya berasal dari Gunung Rinjai dan tempat pertemuan tiga sumber mata air lainnya, maka air yang ada di Balai Petirtaan dipercaya dapat menjadikan orang yang meminum dan membasuh mukanya dengan air di situ akan awet muda.

Bangunan-bangunan lain di kompleks Taman Narmada dalam wujud pertamanan sudah sulit ditelusuri keasliannya. Menurut peta tahun 1899 taman di kompleks Taman Narmada di antaranya adalah: Taman Bidadari, Taman Anyar, Taman Paresak, dan Taman Kelasa. Taman Anyar dan Taman Kelasa saat ini telah menjadi perkampungan penduduk. Sedangkan Taman Paresak saat ini telah menjadi kebun buah-buahan dengan tanaman utamanya ialah buah manggis.

 

3. Pura Suranadi

 

Sejarah pura majapahit di suranadi erat kaitannya dengan sejarah pura suranadi. Awalnya, danghyang nirartha atau pandita sakti wawu rawuh yang sedang melakukan perjalanan dari Bali ke pulau Lombok tepatnya menuju gunung rinjani. di perjalanan ke gunung rinjani, beliau melewati Suranadi. Di sana ia bertemu dengan seseorang yang berasal dari kr. Medain yang sedang mencari tirtha untuk melaksanakan upacara ngaben untuk kakeknya. Beliau lalu menyuruhnya untuk mencari 5 batang bambu. Ia menancapkan salah satu bambu lalu mencabut bambu tersebut yang kemudian muncuah mata air yang di sebut tirtha pebersihan, dari pembersihan beliau berjalan menuju lokasi pura ulon lalu menancapkan bambunya kembali di namakan petirtaan, setelah itu beliau berjalan sekitar 5 meter dan menancapkan bambu lainnya lalu keluar air yang di namakan tirtha pelukatan. Setelah itu beliau kembali lagi sejauh 50 meter menuju lokasi tirtha pangentas lalu di tancapkannya sisa kedua bambu tersebut di sana sehingga di namakan tirtha pangentas dan pemanahan.

Sejarah majapahit erat kaitannya dengan kisah lubdaka. Lubdaka merupakan seorang pemburu yang tinggal di tengah hutan. Ia sehari-harinya memburu binatang di hutan. Suatu hari pada hari raya siwalatri ia berburu ke hutan namun tidak mendapatkan apa-apa. Menjelang senja ia di kejar oleh seekor singa sehingga ia menaiki pohon maja. Di atas pohon sambil menunggu singa yang telah menjaganya di bawah pergi, ia memetik daun maja sebanyak 108 helai untuk menjaganya agar tidak tertidur. Di pagi hari, lubdaka pulang ke rumah tanpa membawa hasil buruan. Setelah beberapa hari, ia jatuh sakit lalu meninggal, karena ia telah tidak tidur saat malam Siwa atau Siwalatri ia mendapatkan anugrah dari dewa Siwa sehingga dapat diampuni dosanya. Jadi menurut beliau, pada saat malam siwalatri, sebaiknya kita bermeditasi di pura majapahit tersebut.
 
Pura Suranadi


Pura majapahit sendiri didirikan pada tahun 1915, pura ini di dirikan bersamaan dengan linggih batara bagus gunung rinjani. pura ini di dirikan untuk mengenang para leluhur yang berasal dari majapahit. majapahit merupakan pura yang berposisi di tengan Hutan Taman Wisata, yaitu tempatnya d sebelah timur badan jalan raya masuk ke tengah hutan dan berlokasi 50 meter di sebelah utara Pura Ulon. Pura majapahit merupakan pura yang ukurannya paling kecil di antara empat sebaran Pura Suranadi ini. Letak pura menghadap kearah selatan dan posisinya di kelilingi oleh Hutan Taman Wisata. Pura ini terdiri atas palinggih Bhatara Sakti Waurauh /palinggih bhatara majapahit, palinggih ngerurah dan bale banten. Nama pelinggih eratkaitannya dengan penghormatan atas jasa Dang Hyang Dwijendra yang telah melaksanakan dharmayatra di suranadi ini.

Sumber mata air yang sangat kecil terdapat di luar pura (jaba sisi). Palinggih batara sakti waurauh berbentuk gedong, dengan dasar berupa bataran persegi panjang satu meter kali satu setengah meter dengan tinggi 80 cm. badan berupa kayu bertiang enam setinggi 120 cm dengan altar berbentuk gedong terbuka yang di cat berwarna hitam. Atapnya sangat sederhana berbahan seng, walaupun demikian tetap dapet di benarkan asalkan model dan bentuknya sesuai dengan yang di yakini masyarakat setempat. Pura majapahhit terletak di tengah Hutan Taman Wisata jadi halamanya terbatas, walaupun demikian kawasan di sekitar pura merupakan wilayah yang di gunakan untuk aktivitas upacara. Kawasan jaba sisi pura ini, merupakan wilayah yang statusnya masih menjadi sengketa, karena sampai saat ini belum dapat di berikan untuk membuat dinding pemisah dengan, melainkan hanya di berikan untuk menggunakan untuk upacara saja.

Jadi pura majapahit terletak di Desa Suranadi yang terletak di hutan Suranadi. Yang dimana pura majapahit sangat eratkaitannya kisah lubdaka dan dengan datangnya Bhatara Sakti Waurauh yang melaksanakan tirtayatra.

 

Pura Suranadi sangat erat kaitannya dengan perjalanan DHANG HYANG DWIJENDRA yang dikenal juga dengan nama PEDANDE SAKTI WAWURAWUH. Pura Suranadi memiliki makna yang sangat dalam. Suranadi terdiri dari dua suku kata yaitu Sura yang berarti Dewa dan Nadi yang berarti Sungai. Jadi Suranadi bisa diartikan sebagai sungai pemberian Dewa. Konon sebelum beliau meninggalkan Lombok, beliau melakukan Puja Mantra untuk memunculkan Panca Tirtha agar umat Hindu di pulau Lombok dapat melaksanakan yadnya dengan benar dan tertib.

Kelima Panca Tirtha tersebut adalah:
1. Tirtha Tabah : Tirtha untuk muput upacara Pitra Yadnya, di Bali dikenal dengan Toya Penembak.
2. Tirtha Pembersihan : Tirtha untuk Sawa (jenasah) sebelum diberikan Tirtha Pengentas.
3. Tirtha Pengentas : Diberikan pada Sawa (jenasah) sebelum dimakamkan atau diaben.
4. Tirtha Penglukatan : Digunakan untuk pembersihan diri dan digunakan juga pada upacara Dewa Yadnya, Manusia Yadnya dan Bhuta Yadnya.
5. Patirthaan : Digunakan pada puncak acara sebagai Prasadam.

 

Selain fungsi-fungsi tersebut diatas, saat ini Tirtha Pembersihan dan Pengentas sering juga berfungsi untuk pengobatan dan membuka jalan spiritual. Pada hari-hari tertentu banyak warga yang melakukan mandi sakral pada aliran Tirtha Pembersihan dan pada aliran Tirtha Pengentas.
 

Pura Suranadi memiliki tiga komplek pura yaitu:
1. Pura Ulon/Gaduh, yang terletak di ujung timur laut berbatasan langsung dengan hutan lindung.
2. Pura Pengentas,terletak beberapa meter ke arah barat daya dari pura Ulon dan terdapat dua Pelinggih yang sangat sederhana, sangat sederhana dibandingkan dua pura yang lain.
3. Pura Pembersihan, terletak kira-kira tigaratus meter dari pura Gaduh atau Ulon. Di pura ini hanya ada satu mata air, dan di pura Ulon terdapat dua mata air.

 

4. Pura Lingsar

 

Pura Lingsar, Ini mungkin satu-satunya tempat suci Hindu di dunia dimana baik Hindu dan Muslim datang untuk melakukan ritual.
Kerukunan antar umat beragama nampak di Lombok, umat Islam dan Hindu hidup berdampingan. Bahkan di Pura Lingsar, Umat Hindu dan Islam mengelola dan beribadah disana bersama-sama.

Dibangun pada tahun 1714 dan dibangun kembali pada tahun 1878 untuk melambangkan keselarasan dan kesatuan antara Hindu Bali dan Muslim Sasak penduduk daerah, terutama mereka yang mematuhi unik Lombok Wektu Telu sekolah Islam. Candi ini dibangun pada daerah dataran tinggi, di belakang bagian kompleks.  Pada musim peziarah dilakukan pertempuran tiruan antara Hindu dan Islam, kedua belah pihak melemparkan kue beras satu sama lain Lokasinya Sekitar 7 kilometer sebelah barat Narmada. sekitar 15 km dari pusat Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat itu dibangun pada masa jayanya kerajaan Karangasem Sasak sekitar tahun 1759. Pura ini dibangun oleh Anak Agung Ngurah yang memerintah Lombok bagian barat saat itu. Di kawasan pura itu terdapat empat bangunan pokok, yaitu Pura Gaduh, Kemaliq, Pesiraman dan pesimpangan Bhatara Bagus Balian, serta Lingsar Wulon.

Ketiga bangunan Gaduh, Kemaliq dan Bhatara Bagus Balian hanya dibatasi dengan tembok besar. Saat pujawali berlangsung, upacara dilaksanakan secara serentak. Pujawali adalah upacara pemujaan kelahiran Ida Bhatara yang dilakukan umat Hindu di pura itu.

 
Pura Lingsar


Selain digunakan umat Hindu untuk beribadah, Suku Sasak yang menganut Islam juga menggunakan Kemaliq yang berada di dalam area pura sebagai tempat ibadah juga. Bahkan secara rutin diadakan doa bersama dari berbagai pemeluk agama yang ada di Lombok.

Untuk menjaga kedamaian, dalam di sekitar tempat itu dilarang memakan atau menyembelih binatang-binatang yang dianggap suci oleh masing-masing agama. Bahkan dalam radius 2 km dari Pura Lingsar, sapi yang dianggap suci oleh umat hindu dilarang berkeliaran.

Ketika masuk ke dalam kawasan, pengunjung disarankan untuk memakai selendang yang diikatkan pada pinggang. Selandang ini dipakai untuk menghormati tempat ini yang dianggap suci oleh uimat Hindu dan Islam, Setelah mengenakan selendang kain berwarna kuning, barulah bisa memasuki tempat berdoa. Di samping tempat berdoa itu ada sebuah kolam kecil. Airnya jernih dan tidak pernah kering. Bahkan kedalaman kolam itu selalu tetap setiap saat. Di kolam itu terdapat ikan tuna besar yang panjangnya mencapai satu meter.
Pengunjung kolam itu akan berusaha memacing agar ikan tuna itu muncul. artinya Anda sangat beruntung, Di kolam itu juga, ada ritual melempar uang logam ke kolam sambil membalikan badan dan berdoa.

Konon, tempat itu dibangun sebagai lambang persatuan. Karena itulah, tak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah dalam komplek pura yang luas itu. Umat Hindu dan Suku sasak yang beragama Islam secara rukun merawat pura itu secara bersama-sama. Siapa saja yang mempercayai dan ingin ”berhubungan” dengan Tuhan di tempat itu, tak pernah dipermasalahkan, sepanjang mentaati aturan di pura tersebut. Karena itulah, Pura Lingsar perwujudan sikap toleran dari penduduk yang beragam suku, agama dan ras, dan sekaligus menjadi simbol pemersatu umat di Pulau Lombok. Simbol toleransi, juga dilambangkan dengan aturan tak tertulis, bahwa siapa saja yang datang ke tempat suci itu, tak diperkenankan menghaturkan sesaji dari babi dan sapi. Babi haram bagi umat Isalam, dan sapi dianggap suci oleh umat Hindu. Salah satu upacara di Pura Lingsar yang dilakukan bersama oleh umat Hindu dan Suku Sasak yang beraga Islam adalah Pujawali. Setiap purnamaning sasih kanem–menurut hitungan panangggalan Bali atau sekitar bulan Desember, upacara pujawali diselenggarakan. ….selengkapnya baca Upacara Pujawali di Pura Lingsar.

 

5. Pura Gunung Pengsong

 

Selain atmosfer dan karakteristiknya yang kuat, tempat ibadah pemeluk Hindu (Pura) juga memiliki nuansa yang mistik nan alami. Demikian yang akan Anda rasakan saat Anda mengunjungi Pura Gunung Pengsong atau Pura Pangsung. Pura yang terletak di Gunung Pengsong ini sangat tenang sehingga menghantarkan Anda pada sekilas perjalanan spiritual.

Pura Pangsung Nama yang sebenarnya dari pura ini adalah Pura Pangsung. Nama “Pangsung” diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti “tempat untuk meminta berkat (dari Sang Hyang Widhi)”. Masyarakat setempat menganggap Pura Pangsung adalah tempat yang sangat dekat dengan Sang Pencipta. Sehingga sangat tepat untuk menjalankan ibadah di pura ini, baik pada hari raya ataupun setiap harinya.

Oleh Suku Sasak, pura ini sering disebut sebagai Pura Gunung Pengsong. Dinamakan demikian sebab sebelum pura didirikan, ditemukan harta karun berupa koin emas di bukit ini. Harta karun tersebut ternyata harta peninggalan jepang yang dikubur. Dalam bahasa setempat, “kepeng” atau disingkat “peng” berarti koin, dan “song” berarti berlubang. Sehingga “Pengsong” berarti koin dengan lubang ditengahnya.

 
Pura Gunung Pengsong


Pura Pangsung didirikan pada tahun 1514. Siapa yang mendirikan dan latarbelakang pendirian pura ini tidak begitu jelas. Sejarah berdirinya Pura Pangsung ini tertulis dalam sebuah buku yang dibuat dari daun palem. Namun keberadaan dan isi buku ini sangat sakral. Sehingga untuk membuka dan membaca isinya harus dilakukan pada hari tertentu, dengan upacara khusus pula. Namun menurut penjaga pura, Pura Pangsung didirikan olah seorang pendeta dari Geria Pendem, Karangasem, Bali, yang bernama Ida Bethara Wayan Sebali. Dan menurut si penjaga tersebut, Pura Pangsung adalah pura tertua yang ada di Lombok Indonesia.

Pura Pangsung bisa Anda capai dari Kota Mataram dengan menggunakan ojek atau kendaraan pribadi, dengan lama perjalanan sekitar 40 Menit. Anda bisa menempuh jalur rute Mataram-Gomong-Ring Road Selatan-Desa Perampuan-Pengsong atau rute Mataram-Cakranegara-Dasan Cermen-Bagek Polak-Perampuan-Pengsong.

Kera-kera di Pura PengsongAnda akan menemui suasana yang asri nan sejuk ketika sampai di kawasan Pura Pengsong. Banyak sekali pohon yang rimbun di sana. Beberapa diantaranya adalah Pohon Beringin yang sudah berumur ratusan tahun, dengan akar-akarnya yang tebal dan menjulur ke tanah. Suasana semakin terasa alami dengan suara khas dari Tengerek, serta kera-kera yang berlompatan di pepohonan sekitar pura. Sebelum masuk ke daerah utama pura, Anda bisa beristirahat sejenak di pelataran pura sembari memberi makan kera-kera nan lucu tersebut.

 

6. Pura Meru Cakranegara

 

Pura Meru merupakan pura terbesar yang ada di Pulau Lombok. Pura ini memiliki arsitektur pura yang cukup unik, yaitu Meru dengan atap bertingkat. Menurut sejarah, Pura Meru dibangun pada abad ke-18 oleh 33 desa di Pulau Lombok.

Meskipun dewasa ini Pulau Lombok dihuni oleh penduduk yang mayoritas beragama Islam, namun Anda masih bisa menemukan beberapa peninggalan Hindu Jawa kuno yang terletak di jalan utama Kota Cakranegara. Salah satunya adalah Pura Meru Lombok ini, yang lokasinya tak jauh dari Pura Taman Mayura. Pura ini memiliki ciri yang cukup menonjol, sehingga dengan mudah Anda akan mengenali Pura Lombok ini. Dari jalan utama Anda akan melihat tiga meru yang bertingkat, yang menjulang dengan atap hitam berbahan ijuk.

Pura Meru adalah tempat suci bagi umat Hindu yang paling terkenal dan terbesar di Pulau Lombok. Pura ini didirikan oleh Anak Agung Made Karangasem, sekitar tahun 1720. Tempat ini dibangun dengan tujuan menyatukan beberapa tempat, yang biasanya digunakan untuk bernegosiasi serta menghakimi orang-orang yang melakukan kejahatan. Sampai sekarang, Pura Meru tak hanya menjadi tempat peribadatan umat Hindu saja, namun juga menjadi tujuan wisata yang paling diminati.

 
Pura Meru Cakranegra



Pura Meru, Pura Terbesar di Pulau Lombok

Seperti pura-pura pada umumnya, Pura Meru terbagi dalam tiga bagian. Bagian pura yang paling suci adalah Utama Mandala. Pura ini merupakan tempat bagi umat Hindu untuk beribadah. Didalamnya terdapat 33 Sanggah yang berwarna putih. Sanggah-sanggah tersebut merupakan simbol dari 33 desa yang ikut membantu Anak Agung Made Karangasem dalam mendirikan Pura Meru. Atapnya berbentuk meru yang bertingkat yang menjulang ke langit. Jika Anda memperhatikan dengan seksama, salah satu meru memiliki 11 tingkat. Sedangkan dua lainnya memiliki 9 tingkat. Meru tersebut melambangkan Dewa-dewa yang ada dalam ajaran Hindu. Yaitu Brahma (Dewa pencipta), Wisnu (Dewa pemelihara), Siwa (Dewa penghancur).

Anda juga akan menemui Sekepat (semacam gazebo dengan empat tiang) yang biasanya digunakan oleh Ida Pedande dalam memimpin upacara. Serta Sake Ulu (gazebo dengan delapan tiang) yang biasa digunakan sebagai tempat sesajen dan banten dalam setiap ritual.

Di bagian tengah Anda bisa menemui Madya Mandala, dengan gazebo dua tingkat yang biasanya dipakai untuk bernegosiasi. Tepat di depan pura ini, Anda bisa menemui Nista Mandala. Yaitu sebuah halaman kosong. Tempat ini biasa digunakan untuk menggelar berbagai kesenian dalam upacara-upacara tertentu.

 

7. Pura Mayura

 

Pura Mayura dibangun oleh Raja A.A. Made Karangasem sekitar tahun 1744, ketika kerajaan Bali masih berkuasa di Pulau Lombok. Pada mulanya area taman ini bernama Taman Kelepug. Nama tersebut diambil dari suara “klepug… klepug… ”, yaitu suara aliran air dari mata air yang jatuh ke kolam. Nama tersebut kemudian diganti ketika taman direnovasi oleh A.A. Ngurah Karangasem sekitar tahun 1866.

Pura Taman Mayura Mataram LombokNama Mayura diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti “burung merak”. Pada waktu itu, masih terdapat banyak ular yang berkeliaran sehingga sangat meresahkan masyarakat yang hendak berdoa di pura. Beberapa penasehat kemudian menyarankan agar beternak burung merak, dan memeliharanya di sekitar taman dan pura. Keberadaan burung merak cukup membantu dalam mengusir ular-ular tersebut. Sehingga masyarakat dapat berdoa dengan tenang. Sejak saat itu, nama “Mayura” mulai dipakai dan dikenal.

Ketika menginjak Taman Mayura, Anda akan merasakan kombinasi suasana yang unik. Antara suasana alam yang asri, suasana religius, dan sekaligus bersejarah. Wilayah taman ini terdiri dari dua bagian, yaitu area taman dan area pura.

 
Taman Mayura Cakranegara



Di area taman, Anda akan mendapati taman yang tertata rapi. Disini Anda akan merasakan kedamaian yang alami. Di sekeliling taman dipagari oleh pohon-pohon Manggis, dengan rumput hijaunya yang subur terawat. Di taman ini Anda juga akan menemui sebuah kolam yang ditengahnya berdiri sebuah bangunan. Bangunan tersebut bernama “Rat Kerte”, sering disebut sebagai “Gili” (dalam bahasa Sasak berarti “pulau kecil”). Rat Kerte atau Gili tersebut dulunya sering dipakai sebagai tempat untuk berkumpul, melakukan pertemuan atau rapat, serta untuk menerima tamu kerajaan.

Menurut penjaga pura atau pamangku, roh dari area Mayura ini sebenarnya terletak di komplek pura yang berada di hulu kolam. Namun komplek tersebut biasanya luput dari mata para pengunjung. Karena perhatian para pengunjung tertarik pada luasnya area taman yang indah.

Menginjak ke komplek pura, Anda bisa menemui empat pura utama. Seperti Pura Gunung Rinjani, Pura Ngelurah, Pura Padmasana, dan Pura Gedong. Pura Gedong sering digunakan untuk peribadatan umat Hindu, bahkan dari berbagai penjuru dunia. Karena hal tersebut, Pura Gedong juga memiliki nama lain, yaitu Pura Jagad Rana. Di area pura ini, suasana religius sangat terasa.

Pura Mayura LombokKomplek pura ini tidak hanya dikunjungi oleh umat Hindu saja. Siapapun boleh masuk ke area pura untuk melihat-lihat serta mengetahui sejarahnya. Hanya pada waktu-waktu tertentu saja, area pura ditutup untuk umum. Seperti pada perayaan Galungan, perayaan Kuningan, serta hari raya umat Hindu lainnya. Jika Anda ingin mengetahui lebih banyak tentang kompleks pura serta Taman Mayura ini, Anda bisa menanyakannya pada pemangku di Bale Pawedan.

 

-o0o-

 

 

LOMBOK TRAVEL ONLINE ( LTO Tours )

Jl. Raya Senggigi Km. 12 Desa Senggigi Kec. Batu Layar

 Mataram -  Lombok Barat - NTB - Indonesia

 HP/SMS/WA : +62(0)81.237.812.222 - 081.998.998.777 (24 Jam Online)

Website : http://www.lombokwisata.com

Email: wisatalombok@gmail.com

Copyright © 2007,  Hak cipta di lindungi Undang Undang | LTO Tours